Bolt Group Theory atau sering kita sebut rumus paku keling dalam berbagai macam perhitungan mencari tegangan suatu penampang ternyata dapat di pakai juga sebagai rumus cepat untuk mencari luasan suatu pondasi telapak.
Pertama yang harus di tentukan adalah tegangan ijin tanah/ sigma ijin tanah, kalau untuk tanah misal bekas rawa, sawah, atau kondisi terjeleknya biasanya saya pakai 0,5 kg/cm2. Karena tidak ada data soil test jadi nilai yang di ambil cenderung sangat konservatif.
Kedua adalah, gaya-gaya dalam dari tumpuan yang harus di hitungkan fondasinya.
Pu
Mux
Muy
Sebenernya rumusnya gak cepet cepet amat sih,, harus pake coba coba juga
Dimana :
Lebar pondasi =x
Panjang pondasi =y
Luas pondasi = A =xy
Modulus section x (Sx) = (1/6).y.x^3
Modulus section y (Sy) = (1/6).x.y^3
Misalkan :
Pu = 10000 kg
Mx = 30000000 kg cm
My = 10000000 kg cm
Asumsi awal pondasi 200x200 cm
A = 40000 cm2
Sx = Sy = 266666667
a. Pu/A = 0,375 kg/cm2
b. Mx/Sx = 0,1125 kg/cm2
c. My/Sy = 0,0375 kg/cm2
a+b+c = 0,525 kg/cm2
nilai tersebut masih lebih besar dar batas Sigma tanah σ = 0,5 kg/cm2 (misal asumsi tanah sawah)
maka di percobaan kedua digunakan asumsi pondasi 220x220 cm,
A = 40000 cm2
Sx = Sy = 266666667
a. Pu/A = 0,309 kg/cm2
b. Mx/Sx = 0,0768 kg/cm2
c. My/Sy = 0,0256 kg/cm2
a+b+c = 0,412 kg/cm2 nilai ini masih di bawah nilai tegangan ijin tanah, jadi pondasi dapat d gunakan
Semoga bermanfaat :)
Tuesday, 5 May 2020
Monday, 4 May 2020
Rumus Cepat Ukuran Dimensi Pelat Balok dan Kolom
Dalam awal mendesain suatu bangunan, pasti diperlukan asumsi atau ukuran dari pelat, balok dan kolom. Ukuran-ukuran itu yang nantinya akan di evaluasi terhadap beban yang bekerja dan perilaku strukturnya. Namun demikian, jangan sampai salah dalam menentukan ukuran dari elemen struktur tersebut. Berikut adalah acuan dalam menentukan tebal pelat, dimensi balok dan dimensi kolom beserta referensi nya.
Tebal pelat
Tebal pelat minimum di atur dalam SNI 2847 2013
Ini tabel untuk pelat satu arah
dan ini untuk pelat dua arah
Jadi yang sering di gunakan adalah tumpuan kedua ujung menerus dimana pelat sekelilingnya di bingkai oleh balok.
Untuk mutu baja yang umum di pasaran Indonesia adalah fy 400 MPa, sehingga ketebalan pelat minimum adalah sebagai berikut :
Untuk pelat satu arah t = L/28
Untuk pelat 2 arah t = L/33
Dengan minimum ketebalan untuk semuanya adalah 125 mm
Dimanesi Balok
Untuk dimensi ukuran balok saya menemukan referensi dari ACI 318-14 dan di ACI 314R-11
Ini dari ACI 314R-11
Kalau ini dari ACI 318-14
Untuk balok jepit-jepit kalau di :
ACI 314R-11 tinggi balok minimal adalah L/14
ACI 318-14 tinggi balok minimum adalah L/21
Dalam hal ini saran saya ambil angka paling aman yaitu tinggi L/14,,,
lebih mendekati rumus cepat yang sering kita pakai yaitu L/12, cuma sayangnya sampai sekarang saya belum mendapatkan referensi untuk yang L/12
Kalau lebar balok bisa 0,3-0,5 h
Dimensi Kolom
Ini yang paling sulit, jadi untuk pendekatan dimensi itu sama sekali gak ada di peraturan mana mana, yang ada ukuran minimum tanpa ada variabel L bentangan balok atau tinggi balok. jadi yang paling masuk akal menurut saya adalah prinsim strong column weak beam, dimana kapasitas moment kolom harus 6/5 kali dari kapasitas moment balok.
Nilai di atas agak susah kalau di "tembak"
pendekatan paling memungkinkan ya misal
Ukuran balok 600x300, ukuran kolom bisa 400x400 sampai 500x500
Ukuran balok 700x300, ukuran kolom bisa 500x500 sampai 600x600
cuma harus di cek bener jumlah tulangan dan kapasitas moment di tumpuannya harus 6/5 kali dari kapasitas moment di tumpuan balok.
Semoga bermanfaat :)
Tebal pelat
Tebal pelat minimum di atur dalam SNI 2847 2013
Ini tabel untuk pelat satu arah
dan ini untuk pelat dua arah
Jadi yang sering di gunakan adalah tumpuan kedua ujung menerus dimana pelat sekelilingnya di bingkai oleh balok.
Untuk mutu baja yang umum di pasaran Indonesia adalah fy 400 MPa, sehingga ketebalan pelat minimum adalah sebagai berikut :
Untuk pelat satu arah t = L/28
Untuk pelat 2 arah t = L/33
Dengan minimum ketebalan untuk semuanya adalah 125 mm
Dimanesi Balok
Untuk dimensi ukuran balok saya menemukan referensi dari ACI 318-14 dan di ACI 314R-11
Ini dari ACI 314R-11
Kalau ini dari ACI 318-14
Untuk balok jepit-jepit kalau di :
ACI 314R-11 tinggi balok minimal adalah L/14
ACI 318-14 tinggi balok minimum adalah L/21
Dalam hal ini saran saya ambil angka paling aman yaitu tinggi L/14,,,
lebih mendekati rumus cepat yang sering kita pakai yaitu L/12, cuma sayangnya sampai sekarang saya belum mendapatkan referensi untuk yang L/12
Kalau lebar balok bisa 0,3-0,5 h
Dimensi Kolom
Ini yang paling sulit, jadi untuk pendekatan dimensi itu sama sekali gak ada di peraturan mana mana, yang ada ukuran minimum tanpa ada variabel L bentangan balok atau tinggi balok. jadi yang paling masuk akal menurut saya adalah prinsim strong column weak beam, dimana kapasitas moment kolom harus 6/5 kali dari kapasitas moment balok.
Nilai di atas agak susah kalau di "tembak"
pendekatan paling memungkinkan ya misal
Ukuran balok 600x300, ukuran kolom bisa 400x400 sampai 500x500
Ukuran balok 700x300, ukuran kolom bisa 500x500 sampai 600x600
cuma harus di cek bener jumlah tulangan dan kapasitas moment di tumpuannya harus 6/5 kali dari kapasitas moment di tumpuan balok.
Semoga bermanfaat :)
Saturday, 2 May 2020
Beban Angin untuk Perencanaan Bangunan
Sampai saat ini yang saya tau tentang penentuan beban angin
di Indonesia ada 3 acuan :
- Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPURG) yang diterbitkan oleh PU tahun 1987, ada juga versi SNI 1727-1989 dengan judul PPURG juga dengan isi yang sama.
- Buku terbitan Australian Standards yang berjudul Design Wind Speeds for the Asia – Pacific Region tahun 2002 kode Bukunya HB 212-2002
- Usulan RAPERGUB DKI Tentang pedoman Perencanaan geoteknik dan struktur bangunan di provinsi DKI yang smpai sekarang sepertinya belum di sahkan.
- Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPURG) yang diterbitkan oleh PU tahun 1987, ada juga versi SNI 1727-1989 dengan judul PPURG juga dengan isi yang sama.
- Buku terbitan Australian Standards yang berjudul Design Wind Speeds for the Asia – Pacific Region tahun 2002 kode Bukunya HB 212-2002
- Usulan RAPERGUB DKI Tentang pedoman Perencanaan geoteknik dan struktur bangunan di provinsi DKI yang smpai sekarang sepertinya belum di sahkan.
Dari ketiga acuan di atas yang paling legal di pakai di
Indonesia sebenarnya yang HB 212-2002, karena RAPERGUB DKI sampai saat ini
belum di sahkan, PPURG usianya udah sangat tua dan sayangnya di SNI 1727-2013
tidak ada yang menunjukan berapa sebenarnya nilai beban angin untuk Indonesia.
Mari bahas satu per satu.
Di PPURG disebutkan bahwa :
Hanya ada 2 beban yaitu 25 kg/m2 untuk daerah non pantai dan
40 kg/cm2 untuk daerag pantai. Atau kecepatan anginnya setara dengan kecepatan
angin 20 m/s untuk non pantai dan 25,29 m/s untuk daerah pantai kalua pakai
rumus v = sqrt (P x 16)
Di HB 212-2002 (karena saya gk punya bukunya saya ambil dari
https://rekayasastruktur.com/kecepatan-angin-dasar-sni-03-1727-2013/)
disebutkan :
Bahwa kecepatan angin dasar untuk kala ulang 50 tahun adalah
32 m/s dan untuk kala ulang 500 tahun adalah 40 m/s jiga pakai rumus P = v2/16,
maka untuk kala ulang 50 tahun adalah 64 kg/m2 dan untuk kala ulang 500 tahun
adalah 100 kg/m2
Nah kalau pakai RAPERGUB DKI
Jadi kalau dari RAPERGUB kecepatan angin dasar beban layan
adalah 32 m/s pada ketinggian 10 m dikalikan factor 1,6, dan untuk analisa kekuatan
adalah 39,1 m/s dikalikan factor 1 , nah angkanya mirip-mirip lah sama HB 212-2002.
Mana yang di pakai ?
Paling aman pakai yang terbesar 40 m/s atau setara 100 kg/m2
Semoga bermanfaat :)
Thursday, 30 April 2020
Cara membaca hasil CSL Crosshole Sonic Logging bagi Pemula
Dalam pengujian tiang borepile, ada yang disebut dengan pengujian integritas tiang atau keutuhan tiang. Salah satu metode yang digunakan adalah metode crosshole sonic logging. Metode ini adalah salah satu metode yang akurat untuk mengetahui keutuhan tiang bore karena metode ini memindai kerapatan material sepanjang pondasi yang di cor.
Foto di atas adal foto yang menunjukkan lubang-lubang untuk test CSL yang disiapkan pada saat pembersian. dapat dilihat pada foto lubang yang disiapkan berjumlah 4 buah.
Dalam artikel kali ini, saya akan berbagi cara membaca dan menerjemahkan hasil cross hole sonic logging bagi pemula. Tentunya untuk keputusan tindak lanjut terhadap tiang dari hasil pengujian ini harus diputuskan oleh tenaga ahli yang bersertifikat. Tetapi paling tidak, kita yang masih pemula juka melihat sepintas data dari CSL ini bisa memutuskan bahwa tiang itu defect atau tidak, sehingga keputusan kelanjutan pekerjaan selanjutnya dapat segera di putuskan. Misal, dari hasil di dapat tiang tidak kompak maka pekerjaan pilecap dapat di hentikan sementara menunggu hasil evaluasi dan tindak perbaikan yang harus dikerjakan terlebih dahulu.
Berikut adalah contoh tiang yang Normal
COL = Cut of Level atau elevasi pemotongan tiang di bawah pilecap
Dari data di atas dapat dilihat bahwa dalam 1 tiang dilakukan 3 kali pemindaian. Karena Pada saat pengecoran dibuat 3 lubang yaitu lubang 1,2 dan 3.
Pada gambar paling kiri terdapat keterangan tube number 1-2
Pada gambar tengah terdapat keterangan tube number 1-3
Pda gambar paling kanan terdapat keterangan tube number 2-3
Pada tube 1-2 dan tube 1-3 dapat terlihat tidak ada warna hijau dari elevasi -0,5 sampai -2,5, itu menunjukkan kepala tiang tidak memiliki kerapatan, bukan berarti keropos, bisa jadi pada posisi tersebut berupa lumpur sisa pengecoran yang mengeras. Tetapi hal tersebut masih dapat di toleransi karena tidak melebihi kedalaman COL dan akan di buang nantinya.
Dari data dapat di lihat ketiga tube dari posisi COL sampai elevasi -12 m warna hijaunya utuh yang menunjukkan kerapatan material pembentuk borepile baik.
Berikut adalah contoh tiang bore yang mengalami soft toe, yaitu terdapat lapisan lunak di bawah di ujung tiang bor.
Hal ini bisa terjadi karena proses cleaning lubang sebelum pengecoran yang tidak sempurna, atau pada saat pengecoran tidak menggunakan casing sehingga lubang runtuh namun pengecoran tetap di lanjutkan.
dapat di lihat pada gambar di atas, pada kedalaman -12 m terdapat warna hijau yang agak samar-samar. Inilah indikasi tiang bor mengalami soft toe. Keputusan tindak lanjut hal ini harus diambil oleh tenaga ahli geoteknik yang bersertifikat.
Berikut adalah contoh tiang bore yang mengalami defect/keropos dimana terdapat warna samar-samar bahkan terputusnya garis rambatan gelombang. Tiang sudah tentu tidak bisa di pakai karena keropos yang mungkin terjadi karena kurangnya pemadatan pada waktu pengecoran borepile.
Selain dari itu, ada juga hasil yang menunjukkan bahwa pengujian CSL gagal. Bukan berarti tiang rusak, tetapi hal ini bisa terjadi karena sensor tidak bisa masuk sampai bawah lubang yang bisa terjadi karena tube mampat akibat tersbumbat material seperti gambar berikut.
Memang dalam pengerjaan borepile harus sangatlah hati-hati, karena salah metode sedikit saja, hasil borepile bisa jadi tidak dapat di gunakan.
Semoga bermanfaat :)
Jangan lupa baca artikel yang lainn ya :)
Subscribe to:
Posts (Atom)